“Kita butuh makna emosi, bukan marah. Jangan berfikir, gunakan perasaan. Seperti saat jari menunjuk bulan, jangan konsentrasi pada telunjuk. Engkau akan kehilangan keindahan bulan. Kendalimu bukan di otak, tapi, perasaan”.
Masih ingat Bruce Lee? Dialog diatas dikatakan oleh tokoh legendaries itu dalam film “Enter the Dragon”. Tidak sama persis memang, tapi, kria-kira seperti itulah. Badannya kecil, pejal, bagaikan otot keseluruhan. Peradaban Cina dalam hal beladiri, boleh dikatakan berawal dari kepiawaian Bruce Lee dalam meramu seni beladiri JetKundo.
Bagaimana dengan dunia penulisan?
Ingat Bruce Lee dengan teknik beladirinya, saya jadi melayangkan khayalan ke Banjarbaru. Sebuah padepokan tempat menetasnya para pemikir modern, Universitas Lambung Mangkurat. Ada seorang dosen, dengan gaya unik, rambut gondrong, kalau nulis enak banget dibaca. Pas untuk segala suasana.
Gaya tulisannya ringan, mudah dicerna, dan jargonnya itu lho, “bagaimana dengan sampeyan”, tak pernah ketinggalan disetiap akhir tulisan. “Menulis dengan Gembira”, merupakan salah satu buah karya dari hentakan sebelas jari bukti kreativitas dan produktititasnya. Ersis Warmansyah Abbas.
Imaginasi nakal, sesekali penulis lontarkan dalam buku ini. “Dengan kandungan pesan yang ingin saya landaskan –bukan tandas lho, di Malaysia tandas artinya kencing-“, tulisnya.
Dengan sapaan “nyentrik” seperti ini, menjadikan tidak jengah membaca lembar demi lembar buku ini. Provokasi yang terkandung pelan, tapi pasti, menyerusup dalam relung perasaan pembaca. Catat, bukan sekedar pikiran, tapi, sampai taraf perasaan. Ini merupakan cerminan dari usaha keinginan tidak main-main dari penulis untuk menciptakan paradigma “Menulis dapat dilakukan dengan gembira”. Benar-benar gembira, mengalir dari hulu hingga hilir.
Sebagaimana dikatakan “EWA tak pernah tidak bersemangat kalau diajak diskusi soal tulis menulis, sesuatu yang ditempatkan pada posisi sangat istimewa, jauh lebih penting dari apapun juga. Mudah-mudahan kecuali Tuhan” (pengantar, hal. xiv). Si penulis benar-benar berjiwa idealis dan bertekat untuk mengubah peradaban dengan menggalakkan dunia tulis menulis. Provokasinya terus mengalir sepanjang halaman buku, dari lembar pertama sampai penutup. Tak heran, begitu membuka lembar pertama buku ini, tak rela untuk menundanya esok pagi untuk membaca sampai tuntas.
Disamping sapaan dengan imaginasi yang terkadang liar, secara bercanda pun penulis cantumkan dalam buku ini. Seperti hal. 6, bab I Menulis bak Bersendaugurau, sapaan terhadap pembaca yang dipakai ialah “… bingung? Syukur, pertanda sampeyan masih sadar, masih berfikir”. Bagaimana? Terasa akrab kan? Serasa sedang duduk manis dibangku kuliah sambil mendengarkan pak dosen menerangkan dengan asyik, menarik, dan mengundang senyum audien saat-saat tak terduga.
Simak pula, ketika masuk pada pokok pembahasan yang mengajak pembaca untuk tidak takut ataupun merasa sulit dalam menulis, “sudahlah, menulis itu lebih lembut dari ubur-ubur, lebih renyah dari keripik udang, senyaman hamparan permadani rumput, lebih indah dari Niagara waterfall”, hal. 8. Ada juga pada hal. 91, “menulis, bukan kriminal koq. Kalau tidak mau menanggung resiko, jangan berbuat apa-apa. Duduk manis, good boy, good girl”, katanya memotivasi.
Boleh saja dikategorikan kelemahan, bagi pembaca yang berkarakter tidak suka digurui, akan sedikit terhenyakkan saat membaca buku ini. Hanya saja, buku “Menulis dengan Gembira” ini, sangat pas untuk kalangan penulis pemula. Terlebih lagi yang masih suka macet dan bengong didepan komputer kehabisan kata-kata saat menuliskan isi kepala. Yang jelas, bahasanya mengalir begitu saja, seakan pembaca terlibat secara langsung. Bagaimana sih, rasanya melakukan suatu kegiatan dengan perasaan senang dan gembira?
Memang, “teknik tertinggi adalah tidak ada teknik. Saat ada kesempatan menyerang, aku tak memukul. Tanganku bergerak sendiri.” Kata Bruce Lee. Menulis pun begitu. Saat ada kesempatan menulis, pikiran, tangan, imaginasi, bergerak dengan sendirinya. Berpadu. Menulis seperti halnya air yang mengalir menuju tempat lebih rendah. Tak terasa, tak ada beban, karena begitu gembira. Hasilnya? Artikel, opini, buku, jadi begitu saja. Cara penulis dalam menggiring pembaca, begitu memukau. Hingga, yang digiring pun tak merasa mengikuti langkah demi langkah penjelasan dan penjabaran penulis.
Hati-hati membaca buku ini. Kalau anda “mendadak menulis”, bisa kena cekal sama Titi Kamal. Dianggap telah menjiplak inspirasi dari judul lagu “mendadak dangdut”. Atau tiba-tiba saja anda menciptakan “jurus/aliran” baru penulisan begitu selesai membaca. Watawww…!
Judul buku : Menulis dengan Gembira
Penulis : Ersis Warmansyah Abbas
Penerbit : GAMA MEDIA, Yogyakarta
Cetakan pertama : Agustus 2008
Tebal : 245 halaman
mudah-mudahan terserang virus plurk juga hihihi katanya kan plurker adalah blogger :)
BalasHapusyap andaaa benarrr, itu adalah weblog yang bagus *sekalian menarsis* thanks lohh sudah mampir lagi memujinya
mampir lagi saya
BalasHapusdalam bentuk lama..