Senin, 13 April 2009

Saatnya Tanggalkan baju (2)

Awal perjuangan itu

Sekira pertengahan tahun 2008, menjelang agustusan. Telah ada desas-desus maupun issue terpendam mengenai “akan dicalonkannya” seorang teman menjadi caleg. Dari sini, kemudian pengaruh mulai dicari. Pertama-tama adalah para pengurus RW dan juga RT setempat mulai digalang perhatiannya.

Saat itu kami, para pengurus pemerintahan setempat (selevel RT loh ya. Pak lurah dan keamanan setempat juga kami libatkan) mencoba mengadakan kegiatan yang bisa diikuti oleh seluruh warga. Dan, inilah memoir itu diawali.

Gerak jalan santai. Topik inilah aku coba sodorkan dengan berbagai proposal dan cara pelaksanaan. Setelah dialog dan negosiasi mengenai budgeting, akhirnya disetujui. Untuk penarik massa pertama, aku coba gunakan system edaran.

Segera, kami berlima waktu itu, rapat mendadak secara singkat dan jelas. Membahas dari awal sampai akhir. Untuk mendukung suasanya, aku sodorkan sebuah budget bahwa, untuk mebahas seperti ini butuh tempat khusus, suasana khusus, dan tentu saja jamuan khusus. Aku pilihlah tempat makan “riung bandung” (eh, di cikarang ada juga loh. Kirain dibandung aja) depan hotel perdana. Waw, teman-teman semangat abis kalau rapat ditempat gituan. Dan, hasilnya, luar biasa. Bukan hanya rencana mateng tapi juga konsisten bersama untuk saling bekerja keras.

Dan, inilah edaran itu. Aku ketuk pintu per pintu setiap warga. Kasih rumah per rumah.

Sifat : edaran
GERAK JALAN SANTAI menyongsong PERAYAAN 17 AGUSTUS 2008
Slogan : Kita Bersaudara! Aku Suka Bekerjasama

Rumahku surgaku
Klowor, seorang siswa SMP swasta di Bekasi. Baru kelas dua. Setiap pagi berangkat sekolah, pulang pun tak pernah telat. Sehari-harinya juga menjadi anak penurut dan rajin membantu orang tua. Ia baik, ramah, hanya saja sedikit tertutup. Sayangnya, ia tidak begitu akrab dengan tetangga.

Sore itu, jam lima sore Klowor ditegur keras Bapaknya. Apa pasal? Ternyata surat panggilan dari sekolah untuk orang tua murid agar datang ke sekolah karena sering bolos. Setelah diusut, klowor memang berangkat dari rumah. Tapi parkir di Ply Station sampai jam sekolah bubar.

Antara percaya dan tidak, tapi terjadi. Klowor begitu baik dan pendiam di rumah, siapa sangka tak terkendali di luar. Dan tahukah anda, si Klowor ini anak dari salah satu tetangga di blok A. sebenarnya ada salah seorang tetangga melihat bolos, tapi “biarin aja lah, bukan anakku ini. Toh pertanggungjawaban di akherat tidak mungkin tertukar”, batinnya.

Lain Klowor, lain pula Pak Jagur
Pagi jam enam pergi kerja, sore hari menjelang magrib baru nyampe rumah. Sabtu minggu terkadang lembur, kalaupun libur dimanfaatkan untuk memperdalam ilmu agama. Majelis taklim diluar perumahan. Sholat jamaah di masjid selalu aktif, dari subuh hingga isyak. Selain dhuhur dan ashar tentunya, karena sudah pasti di tempat kerja. Ia tidak begitu pusing dengan urusan anak, karena istrinya sebagai ibu rumah tangga selalu di rumah. Anaknya pun baru satu, umur dua setengah tahun.

Yang menjadikannya aneh adalah, Pak Jagur selalu aktif dengan pengajian di luar komplek, padahal sudah ada masjid. Ironis memang, masjid sendiri malah jarang dikunjungi. Meskipun sudah lebih empat tahun tinggal. “Oh, saya kan berbeda pandangan”, bisiknya dalam hati. Padahal sesama mukmin bersaudara.

Beda lagi dengan Bu Sumringah
Ia seorang ibu rumah tangga tulen, sehari-hari berkecimpung dengan pekerjaan dapur dan anak yang baru TK nol kecil. Aneh bin ajaib, si ibu ini tidak pernah keluar rumah. Alasannya, hanya memperbanyak dosa karena ngrumpi. Sampi-sampai pengajian yang diadakan untuk seluruh warga pun tidak mau datang. Paling tidak, ia mencoba menerapkan apa yang sempat ia tangkap dari ustadzah “bicara yang baik, atau diam”.

Apa yang kurang dengan blok A, kenapa kegiatan terasa kerontang? Beberapa orang yang potensial dan berilmu justeru merasa lebih dibutuhkan aktif diluar.

-----------&-----------

Ketika terjadi penyelewengan moral, misalnya. Reaksionis langsung terjadi. “ayo, tangkap saja. Gerebek rame-rame. Ini sudah mencemari lingkungan kita”. Atau juga dalam skala besar, penyesatan aqidah –penyimpangan ritual- selayaknya ahmadiyah. Anarkis pun tak terelakkan, “bubarkan, bakar masjidnya”. Kenapa bisa se-sensitive itu ya? Kenapa harus ber-orientasi jauh keluar, padahal lingkungan sendiri butuh pertolongan. Bagaimana dengan keanehan sosial, Apakah secepat itu reaksinya? Hidayah memang mutlak milik Tuhan. Tapi, dakwah dengan orang terdekat rasanya tidak merugikan. Menguntungkan malah.

Krisis kontrol sosial, agaknya sudah menggejala. Sangat berbahaya untuk generasi mendatang.

Pernah mengamati pelangi?
Me-ji-ku-hi-bi-ni-u atau merah jingga kuning hijau biru nila dan ungu. Merahnya sangat kuat, begitu pula kuning ataupun hijau. Tapi, TIDAK ADA GARIS PEMBATAS antar warna. Dari merah perlahan pudar, samar bercampur semi jingga akhirnya jingga penuh. Begitu seterusnya sampai ungu. Sama-sama kuat karakter warnanya tapi berdampingan harmonis tanpa garis pembatas, hingga membentuk keindahan. Coba satu warna, bukan pelangi namanya. Tidak akan pernah ada lagu “… merah kunging hijau, dilangit yang biru…pelukismu agung, siapa gerangan ….”
-----------&&-----------

Hari minggu, tanggal 22 juni 2008. pengajian ibu-ibu tingkat RW, seharusnya bisa dihadiri oleh tiga tarus enam puluh lima. Kenyataan hadir hanya kurang lebih dua puluh lima orang. Pengajian bapak-bapak lebih parah lagi malah. Paling banter sepuluh orang, itupun empat orang diantaranya terkantuk-kantuk nyandar di tembok. Saat ada season Tanya jawab “… kalau ada yang mau ditanyakan, silahkan…” kata Ustadz. Sepi. Langsung do’a penutup. Wasalam.

Pengurus yang hanya itu-itu saja, sampai putus asa. Bagaimana caranya agar pengajian bisa semarak.

Apakah memang harus seperti ini lingkungan blok A perumahan telaga murni. Apakah sudah tidak mungkin lagi, cerdas secara sosial?
Bisa, pasti bisa. Caranya? Kerjasama. Endapkan dalam hati slogan ini “Kita Bersaudara! Aku Suka Bekerjasama”

Latar belakang daerah dengan beragam culture budaya bahkan seni beribadah bukan hal yang tidak bisa dipadukan. Sulit memang. Tapi, harus optimis. Bukan hanya rumahku surgaku yang akan tercipta, tapi lingkunganku surgaku tidak mustahil dapat terlaksana. Dengan catatan, si merah tidak menonjolkan merahnya, si kuning tidak angkuh dengan kuningnya, si jingga tidak ngotot paling benar dengan jingganya. Begitu pula si hijau, si nila, si ungu. Tidak saling mempertegas garis pemisah, tetapi saling berbaur agar tercipta kebersamaan.
-----------&&&-----------

Untuk itulah, kami selaku pengurus RW akan mencoba mengadakan kegiatan yang dapat diikuti oleh seluruh warga blok A dari mulai bayi, anak-anak, remaja bahkan orang tua.

Catat hari dan tanggal pelakanaannya. Minggu, tanggal 03 agustus 2008. gerak jalan santai atau kami singkat gelasan dengan mengambil route; blok A menuju lapangan bola depan telaga sakinah. Kemudian kembali lagi. Jarak yang ditempuh sekitar 950 meter. Atur rencana anda, jangan sampai dilewatkan acara ini.

Kami, selaku team panitia gelasan akan mencoba menggali dana dari para donatur (bukan iuran warga) demi meriahnya agenda ini. Hadiah dan doorprize serta cindera mata dengan total jutaan rupiah telah kami targetkan. Satu hal lagi yang menarik, kami akan membagikan gratis satu buah balon kepada seluruh anak-anak yang mengikuti. Pastikan, jangan sampai anak anda ketinggalan.

Tunggu ketua RT mendata kembali warganya. Jangan sampai terlewat. Kegiatan ini gratis dan tidak dipungut biaya sepeserpun. Hadiah utama? Insya Allah ada.


Salam,
Panitia gelasan.

Ps : edaran ini bukan pertama. Akan ada edaran-edaran berikutnya. Catat dan ingat beberapa point penting, bagi yang bisa menjawab pertanyaan panitia seputar edaran ini, hadiah menarik berhak menjadi milik anda.


secara, edaran ini bertujuan untuk memperkenalkan acara yang akan diusung itu. dan ternyata, efektif juga. hasilnya, postingan berikutnya deh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar