Rabu, 20 Mei 2009

Sapi Melenguh, Kamu Mengeluh, sama-sama 'Uh!'

Bekerja yang sesungguhnya adalah tidak bekerja. Nah loh, bingung kan?

Ketika engkau berdiam diri, tanpa ada aktifitas kau jalani, tak ada sesuatu menemani, itulah saat energimu terkuras habis. Engkau merasakan capek dan letih tak terkira. Urat terasa kaku, persendian ngilu. Kalori menumpuk yang seharusnya kau salurkan, bertarung antar diri di dalam tubuhmu. Cuma satu manusia butuhkan, ‘recycling’. Perputaran.

Itulah sebabnya, ketika manusia mendapati kelimpahan materi tanpa melalui perjuangan dan mengeluarkan energi, bukan nikmat ia dapat. Sebaliknya, bisa jadi laknat yang justru melekat.

Pernah dengar kabar tentang seorang pria baik-baik menjadi pembunuh dadakan? Justru, ketka ia barusaja menandatangani selembar deposit senilai 1,5 milyar di hadapan notaris. Warisan orang tua. “Kau hanya anak pungut, tak berhak mendapat bagian!”, tandasnya.

Illustrasi,

Perjalanan menuju dan pulang kantor memakan waktu satu jam setengah diatas kereta. Dan, aku cukup bersyukur bahwa buku adalah teman terbaikku. Begitu kaki melangkah pintu, jiwaku beralih ke buku. Tak kuhiraukan lagi segala kondisi –pengab, panas, gerah, berdesakan, berdiri dengan satu kaki, bergelayutan. Asal bisa nyari tempat strategis aja- sekitar. Terkadang kereta ditahan karena sebab tak pasti. Aku tetap tak peduli. Dan, ketika aku harus turun karena memang sudah sampai tujuan, aku merasakan keluar pintu sebagaimana aku keluar kamar tidur.

Beda lagi dengan orang lain disebelahku. Ia mengumpat sejadi-jadinya atas keterlambatan, kepenatan, nge-goblog-in masinis atau petugas kereta, dan masih banyak lagi. Pake teriak-teriak dan mengganggu orang disekitarnya pula. “Gila nih PJKA. Makin gak becus aja kerja!”, tangan terkepal, meninju dinding yang jelas terbuat dari lempengan baja. “Brang!”, semua mata pun menoleh.

Kepenatan dan keletihan bahkan capek luar biasa, justru akan diderita oleh orang kedua ketimbang saya. Padahal, aku justru beraktifitas, yaitu membaca. Sesekali menulis beberapa coretan setelah dapat giliran duduk, atau ada penumpang turun. Sementara orang itu, hanya diam. Diam tubuhnya. Diam tangannya. Tapi, gemuruh jiwanya.

Oke. Mungkin, tambahan illustrasi berikut ini lebih mengena lagi. Semog masih nyambung. Kalau gak, ya, sambung-sambungin aja.

Ketika kamu tidur. Beranjak pukul 9 misalnya, kamu hanya merasa beberapa saat saja walau bangun jam 7 pagi. Pulas. Kenikmatan selama tidur kamu rasakan sepenuhnya.

Apakah yang terjadi ketika kamu tidak mendapati kenikmatan (tidur) itu? Malam-malam terasa panjang, bentar-bentar melirik dinding. Jarum jam tiba-tiba berenti. Mati. Malahan, kau terbangun dan memastikan baterai apakah masih berfungsi.

Tersiksa jiwamu!

Dalam perjalanan tadi juga begitu. berapakali kau dengan sengit berucap serapah, hanya karena terlambat masuk kantor? padahal, satu saja diingat, nafas masih berkenan keluar masuk tenggorokan. Tentu akan lebih nyaman.

Dan, ingatlah pula ketika engkau bernafas! Begitu udara melewati lubang hidung dan keluar pada lubang yang sama disaat berikutnya. Maka, begitulah usiamu. Ia pergi tertiup angin dan tak pernah kembali lagi. Kecuali, dengan muatan nafas berikutnya. jadi, buat apa kau sia-siakan?

Hanya kesabaran yang dapat mengantarkan pada kemenangan. Tak ada ketergesaan kecuali hanya milik pecundang. Terburu-buru dan tanpa perhitunan adalah ciri kerja setan. Dan, kamu bukan setan kan? Jangan lagi sembrono, grasa-grusu, ceroboh, lantas protes dengan segala umpatan dan makian kotor terhadap apapun kondisi disekitarmu.

Nyaman tubuh, sedikit makan.
Nyaman jiwa, sedikit dosa.
Nyaman lisan, sedikit bicara.
Nyaman hati, sedikit keinginan.

Kata si cerdik pandai sich gitu. Dan, sayangnya aku setuju untuk beberapa kasus tertentu. Bagaimana untuk orator, sedikit bicara. Wah, bisa kabur semua audiens.

Sabar obatnya, syukur jalan keluarnya. Setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar