Kamis, 14 Mei 2009

just prolog:

Yazid ar-Raasyi pernah berkata pada dirinya sendiri, “Yazid, Yazid. Celaka, kamu! Setelah kamu nanti tiada, siapa yang mau shalat atas namamu? Siapa yang sudi berpuasa atas namamu? Dan siapa yang bersedia memintakan keridhaan Allah atas namamu?”

“Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba muncul seorang sahabat Anshar. Setelah mengucap salam kepada beliau, ia bertanya, ‘Rasulullah, siapakah orang mukmin yang terbaik itu?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya’. Ia bertanya, ‘Siapakah orang mukmin yang paling pintar?’ Beliau menajwab, ‘yang paling sering ingat kematian dan yang punya persiapan terbaik untuk menyambut apa yang terjadi sesudahnya. Mereka itulah orang yang paling pintar.’” (ath-Thabrani dan Ibnu Majah).

----------$$$----------
prolog diatas, merupakan cuplikan hadits. just pengantar aja. tulisan sebenarnya sich yang dibawah ini. meski comot sana sini dan gak jelas sumbernya (tepatnya lupa), yang penting tulis aja.

“Bu Tyas nitip buku yang kayak punya ibu”, kataku membuka pembicaraan. Sore itu jam setengah delapan aku udah nyampe rumah. Alhamdulillah, perjalanan lancar. Sholat isya’nya di dekat rumah pula. Begitu mau masuk komplek (perumahan), pas adzan. Mampir dulu dech, absen sama Allah, baru masuk rumah. Biar adhem dulu, gitu.

Sambil menyeruput teh manis anget buatan istri, trus, ada ubi juga, lumayan, buat buka. Kalau langsung makan, malah suka neg perut. secara, seharian kosong masak mau langsung dipenuhin.

“Ya udah. Sekarang aja kita beli. Yuk, ibu anterin”, sahutnya.

Udah kayak pacaran aja, cuma ke depan komplek, mesti berdua-dua. Hanya saja, si botak gak mau ketinggalan, biasa, buntut-buntutnya mau minta es krim tuch. Dan, benar saja. Begitu aku masuk ke toko buku, ia udah nyelonong duluan ke indomaret.

Saat aku mau bayar buku, di rak pojok deket pintu adalah beberapa majalah. Mataku terfokus pada tulisan pada salah satu sampul, “yang dikejar tidak dapat, yang dikandung berceceran”. Wah, boleh juga nih majalah, kataku.

Bukan majalan besar loh ya, hanya sebatas ukuran buku. Jadi praktis, bisa dibawa kemana-mana. Udah gitu, isinya hanya 32 halaman. Harganya juga murah koq. 3.500. ya udah, aku ambil aja.

“Udah, pulang! jangan ambil lagi. Niatnya beliin buku Bu Tyas, tar malah dapetnya macem-macem” kata istri.

Oh, pantes aja pengin nemenin. Critanya ngawal toch, takut klo kebanyakan buku kebeli. Tapi, emang sih, mataku udah ijo aja klo masuk ke toko buku.

Baru ini aku ngrasain ketemu majalah kecil, mungil, tapi penuh gizi. Sarat renungan. Menggelitik nurani untuk kembali fitri. Menghisab diri. koreksi diri. Tak tahan deh rasanya! rasanya gimana gitu.

Gaya bertutur (tulisan) nya itu loh, manusia banget dah pokoknya. Eit, jangan protes dulu! maksud ku gini. Fitrah manusia, itu kan sebenarnya hanif. Baik. Makanya, semua manusia tuch sebenarnya kangen dan rindu sama kebaikan.

Tapi, akhir-akhir ini ‘hakekat’ manusia itu sudah mati. Sedikit sekali yang tidak membuat kerusakan. Yang doyan ngrusak, apa dong namanya? Manusia?

Salah satu renungan yang uenteng banget nih ya, simak;

Kita,

Kita bukannya pandai untuk cakap orang lain bodoh, tapi, ktia adalah pandai jikalau kita sebarkan ilmu itu kepada orang lain.

Kita bukanlah kaya untuk cakap orang lain miskin, tapi, kita adalah kaya jikalau kita manfaatkankekayaan kita kepada jalan kebaikan.

Kita bukanlah handsome utnuk cakap orang lain muka tak handsome (perhatikan pemilihan kata ‘tak handsome’ ketimbang jelek. Jitu kan?), tapi, kita adalah handsome jikalau kita tak meninggi diri.

Kita bukanlah cantik untuk cakap orang lain tak cantik, tapi, kita adalah cantik jikalau kita senantiasa memuji orang lain.

Kita bukanlah baik untuk cakap orang lain jahat, tapi, kita adalah baik jikalau kita mengajak orang lain kea rah kebaikan dan menjadi contoh dan tauladan orang lain.

Kita bukanlah alim untuk cakap orang lain lupa sembahyang, tapi, kita adalah alim jikalau kita memperuntukkan sebagian rutin seharian kita kepada-Nya dengan seikhlas hati.

Kita bukanlah kuat untuk cakap orang lain lemah, tapi, kita adalah kuat jika kita senantiasa membantu orang yang lemah.

Kita bukanlah berani untuk cakap orang lain penakut, tapi, kita adalah berani jikalau kita sanggup menggadaikan nyawa untuk mempertahankan agama.

Kita bukannya manusia yang hebat untuk mencaci dan mengutuk ciptaan-Nya. Dia Maha Mengetahui. Setiap apa yang diciptakannya mempunyai hikmah yang tersendiri.

Keunikan dari majalah ini, banyak banget hadits-hadits pilihan yang sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, kemasannya itu tidak memuakkan dan bikin muntah. Tahu kan yang ku maksud?

Coba baca kumpulah hadits shohih Bukhari-Muslim. Gak bakalan betah dah pegang sejam aja. Paling-paling buka, kalau pas nyari lisensi doang.

Tapi, dalam majalah ini, super ringan dan enak dibaca. Bahasanya menyeluruh. Dalam artian, tidak gaul, tapi, juga tidak formil. Dalam arti, dakik-dakik sebagai mana kiyai memberi petuah. Dibaca sekali saja, langsung tertanam dalam hati. artikelnya juga pendek-pendek. Padet gitu. mutiara kata juga ada. Dan, dikemas dalam tutur kata yang ‘nggak neko-neko’. Pokoknya pas gitu deh.

Atau juga, bagi yang pernah terjebak berbuat dholim atau maksiat, baca kalimat ini. “Sesungguhnya maksiat yang mencetuskan ketundukan dan membuat hati hancur lebih baik daripada ketaatan yang mengakibatkan ketakjuban diri sendiri dan ketakaburan.”

Siapa yang tidak berbesar hati walaupun pernah berbuat salah begitu membaca kalimat itu? Atau, bagaimana rasanya jika, orang udah salah, kehilangan, malah di salah-salahin. Di hujat pula. Eh, lah koq masih di goblok-goblokin. “Dasar, bahlul ente. Udah tahu gitu, masih dilakuin juga!”, apa gak gondok? Atau juga frustasi?

sebuah cerita terkenal tentang seorang pembunuh segera melintas. perampok sadis ini, yang suka ngambil harta sekaligus nyawa pemiliknya, ketika itu sudah membunuh 99 korban. saat hati resah, dan pengin tobat, ketemu kiai muda baru turun gunung. "he, anak muda. aku pengin tobat, apakah tuhan mengampuniku?".

"oh, dosamu sudah terlalu banyak. tuhan tidak mangampunimu!"

"ya sudah saja, sekalian kubunuh kau biar genap 100", kata perampok itu. trus, kelanjutannya udah pada tahu kan? akhirnya tuch perampok tobat juga dan diterima tuhan setelah mendapat arahan dari kiai sepuh penuh sahaja. bahwasanya, ia akan diampuni kalau tobat sungguh-sungguh, dan meninggalkan komunitas lama dan mencari tempat yang baru yang penuh dengan hunian orang shalih.

Salah satu testimoni seorang pembaca, “MA adalah majalah yang bagus untuk umat muslim, alangkah indah setiap kata-kata yang tersaji didalamnya, dari MA aku baru tahu betapa berartinya hidup ini, dan skan sia-sia apabila aku menjalankan hidup ini tanpa Allah, alhamdulillah aku telah mengenal MA, terus berjuang… wassalam.” (Novalia, Jakarta Timur)

Majalah apakah itu? (sebenarnya aku lebih suka menyebutnya buku. Karena bentuknya emang seukuran buku tulis). Itulah, Mutiara Amaly alias MA. Penyejuk jiwa penyubur iman.

Saat aku menulis tentang “umur manusia didunia Cuma 3 menit” beberapa waktu lalu, juga terinspirasi dari majalah MA ini.

Yang jelas, majalah ini bagus, dan aku suka baca renungan-renungannya. Aku juga ingin, temen-temen ikut baca juga.

So….
Kalau diantara rekan ada yang tertarik, cari aja di sekitar anda. semoga nemuin dech. atau juga, saya akan kirimkan ke alamat anda, mau?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar